Detik waktu selalu bergerak..
Perubahan selalu terjadi..
Manusia semakin bertambah..
Dan aku masih terdiam di tempatku..
Aroma alam tak seperti dulu..
Dulu, kaum wanita hanya di rumah..
Dulu, aroma darah bertebangan bersama angin..
Dulu, bambu runcing menjadi genggaman..
Mataku terbuka saat melihat patung..
Ia terukir gagah di sudut jalanan..
Patung yang seolah hidup..
Ia adalah patung pahlawan..
Ku pandangi kedua tanganku..
Negaraku, budayaku, warisan negara..
Semua sudah mulai hilang..
Mereka tak segemerlap dulu..
Sesosok patung ini dulu hidup..
Ia berjuang demi negara..
Ia berpakaian adat demi budaya..
Ia bercocok tanam demi warisan negara..
Terima kasih atas perjuanganmu..
Terima kasih atas pertumpahan darah..
Terima kasih bertahan atas gertakan..
Dan terima kasih memerdekakan bangsa..
Kini persatuan negara mulai goyah..
Kebudayaan mulai asing..
Alam mulai kelabu..
Dan jiwa manusia tak peka..
Kau bandingkan saja..
Pertunjukkan seni dan budaya bahkan pahlawan..
Tak menarik perhatian lagi..
Begitu banyak film tentang mereka terabaikan..
Maaf atas nama sumpah..
Maaf atas nama persatuan..
Maaf atas nama pemuda..
Dan maaf belum bergerak..
Kata berjuang belum usai..
Kata persatuan belum hancur..
Kata emansipasi wanita bukan kata..
Kami adalah pemuda Indonesia..
Merah putih bukan hiasan..
Batik bukan pajangan..
Kedamaian bukan pencintraan..
Dan sumpah pemuda adalah otentik..