Suara detik waktu terdengar jelas..
Tidurku terusik gemercak jam..
Retina mataku masih terjaga..
Gejolak demi gejolak yang menghantui pikiran..
Insomnia masih jadi temanku..
Lukaku belum pudar..
Pikiranku kacau dibuat sendiri..
Dan aku masih terjebak di ruang gelap..
Aku masih bungkam dari namaku..
Aku ingin hempaskan tapi tak sanggup..
Bolehkah aku bagi sebagai pembelajaran..
Bukan pengeluhan..
Nafasku sulit..
Detak jantung tak berirama..
Aura dingin menyelimuti kulit..
Dan pikiranku berantakan..
Hal berat sudah terlewati..
Namun bekasnya masih erat di hati..
Seperti baru hari ini terjadi..
Datang bagai belati..
Hening menancap jiwa..
Seolah cinta tak akan mampu menembus..
Aku minta tolong..
Jiwaku hampir keluar..
Tangisku tak akan dianggap..
Kalah dengan emosi yang lain..
Aku ingin dipahami..
Namun itu hanya ekspetasi..
Paginya, aku bawa kakiku pada alam..
Keadaan langit sedang dengan mentari..
Mata gelapku masih jadi aura..
Dan aku yang tanpa senyum..
Gundah, aku singkirkan sejenak..
Aku suka berpaling..
Berbicara dengan semesta..
Ini lebih baik, daripada memahami hatimu yang penuh api daripada air yang menenangkan..
Aku menutup kedua mata..
Aku buang pikiran halusinasi..
Terkadang aku suka bicara sendiri..
Seperti ada sesosok yang menemaniku namun tak terlihat..
Aku buka mataku kembali..
Aku sendiri dan harus sadar itu..
Pikiranku terlalu berlebih..
Aku harus keluar dari halusinasi..
Aku sedang belajar tentang seni peka..
Singkirkan aura halusinasi..
Sadar tentang dunia..
Bahwa aku manusia normal..
Puisi jadi kesukaanku..
Pikiranku sibuk dengan halusinasi yang pasti..
Aku tak perlu khawatir dianggap gila..
Walau perasaanku dianggap berlebihan..
Kata orang, perasaanku peka..
Kebenarannya hanya setengah..
Aku peka tentang luka..
Namun, tidak dengan cinta..
Realita, beberapa orang terluka karena rasaku..
Rasaku mati tentang dipedulikan..
Aku cuma berfikir tentang luka..
Ini jahat bagiku..
Sabar denganku..
Aku sedang membuka pikiran, terutama hati..
Aku janji tak akan lama..
Walau waktu mungkin terasa lama..